Sabtu, 06 Oktober 2012

SMS Merah Muda

riing … triing ,,,,,, (bunyi handphone…)
Tetap istiqomah, ukhti. Selamat berjuang. Semoga Allah menyertai anti.
Sender : Ikhwan +62817xxx
Senyum timbul dari cakrawalanya dengan malu-malu. Serasa ada hangat menyelusup dada dan membuat jantung berdegup lebih cepat. Otaknya pun sekejap bertanya, ”Ada apa? Sungguh, bukan apa-apa. Aku hanya senang karena ada saudara yang menyemangatiku.” Si akhwat menyangkal hatinya cepat-cepat. Dan ia bergegas meninggalkan kamarnya, ada dauroh. Ia berlari sambil membawa sekeping rasa bahagia membaca SMS tadi yang sebagian besar bukan karena isinya, melainkan karena nama pengirimnya.
Ana lagi aksi, ukhti. Doakan kami bisa memperjuangkan ini.
Sender : Ikhwan +62817xxx
Untuk apa dia memberitahukan ini padaku. Bukankah banyak ikhwan atau akhwat lain? Nada protes bergema di benaknya. Tapi di suatu tempat, entah di mana ada derak-derak yang berhembus. Derak samar bangga menjadi perempuan terpilih yang di-SMS-nya.
Pagi itu, handphone kesayangannya berbunyi.
Ukhti, Selamat hari lahir. Semoga hari-hari yang dijalani lebih memberi arti.
Dada membuncah hampir meledak bahagia. Dia bahkan ingat hari lahirku! Dibacanya dengan berbunga-bunga. Tapi pengirimnya
Sender : Akhwat +62813xxx
Senyum tergurat memudar. Tarikan napas panjang. Kecewa, bukan dari dia. Ringtone-nya berbunyi lagi.
Ukhti, Selamat hari lahir. Semoga hari-hari yang dijalani lebih memberi arti.
Sender : Ikhwan +62817xxx
Dia! Semburat jingga pagi jadi lebih indah berlipat kali. Senyumnya mengembang lagi. Dan bunga-bunga itu mekarlah pula.
Cerita di atas tadi selurik gerak hati seorang akhwat di negeri antah berantah yang sangat dekat dengan kita. Gerak hati yang mungkin pernah bersemayam di dada, para ikhwan dan akhwat. Mungkin……
Mari kita cermati fragmen terakhir dari cerita tadi. Kalimat SMS keduanya persis sama, yang intinya mengucapkan dan mendoakan atas hari lahir (mungkin mencontek dari sumber yang sama he he he). SMS sama tapi berhasil menimbulkan rasa yang jelas berbeda. Karena memang ternyata lebih berarti bagi si akhwat adalah pengirimnya, bukan apa yang dikatakannya.
Namun sebenarnya, apakah Allah membedakan doa laki-laki dan perempuan? Mengapa menjadi lebih bahagia saat si Gagah yang mendoakan? Setidaknya kita berani memandang dari sudut pandang orang ketiga. Dengan memandang tanpa melibatkan rasa (atau nafsu?), kita akan bisa berpikir dengan cita rasa lebih bermakna.

Tidak ada komentar: