Minggu, 23 Januari 2011

TIDAK ADA PANGKAT DALAM DAKWAH

Artikel ini mengingatkan kita semua tentang bagaimana memandang amanah dakwah, bukan sebagai prestise namun lebih kepada tanggung jawab. Adapun ketika amanah yang telah diembankan itu terasa tidak sesuai dengan minat (muyul) atau tidak sesuai dengan yang diinginkan, maka “mundur” atau “membenci” bukanlah jawabannya. Karena Ridha Allah akan lebih kita inginkan dibanding bumi dan seisinya. So, perhatian ataupun pujian manusia dipandang sebagai suatu yang tak berarti apa-apa.

Yusuf AS meminta Jabatan

Dalam Islam, jabatan bukannya diminta kecuali jika terjadi krisis dalam hal potensi kepemimpinan atau umat dalam bahaya disebabkan adanya upaya makar dari orang-orang fasiq yang berambisi merebut tampuk kepemimpinan. Saat itu jabatan selayaknya diminta oleh mereka yang merasa memiliki kemampuan. Bukan semata-mata karena nafsu kekuasaan, melainkan agar tidak diduduki oleh orang yang bermoral rendah serta merusak.
Dalam hal ini, kisah Nabi Yusuf ‘alaihissalam adalah sebaik-baik contohnya. Ketika ia melihat tidak adanya orang yang lebih berpotensi daripada dirinya, ia berkata kepada raja,

Berkata Yusuf, “Jadikanlah aku bendaharawan negeri (Mesir), sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan.”(QS, Yusuf: 55)
Hal itu ia ungkapkan setelah raja menawarkan kedudukan kepadanya. Dan raja berkata, “bawalah Yusuf kepadaku agar aku memilih dia sebagai orang yang dekat kepadaku.”
Maka tatkala raja bercakap-cakap dengannya, lalu berkata,
sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seseorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercaya pada sisi kami.” (QS: Yusuf: 54)

Sayid Qutub berkata, “Sungguh ia tidak bersujud sebagai rasa terima kasih sebagaimana sujudnya penjilat para thaghut. Ia tidak berkata kepadanya, ‘aku hidup wahai paduka, sebagai hambamu yang tunduk atau pembantumu yang terpercaya’, sebagaimana kata para penjilat itu. Bukan! Ia meminta karena yakin mampu menanggung segala prahara pada masa itu. Ia telah meramalkan mimpi raja, sehingga jabatan itu lebih baik baginya daripada diduduki orang lain di negeri itu. Karena dengannya, ia mampu menyelamatkan sekian jiwa dari ancaman maut, menjaga negara dari keruntuhan dan dari krisis kelaparan.

Mencari Pujian Dan Perhatian Manusia Akan Membuat Kecewa

Orang-orang yang turut mendorong laju kereta dakwah, tidak akan mengharap kepemimpinan atau kedudukan, tidak memuaskan dirinya sejak semula, ketika ia mulai menampakkan kakinya ke pintu dakwah sebagai prajurit. Kalau tempatnya di barisan belakang tetaplah di belakang, kalau di depan tetaplah di sana, tidak menggantungkan tujuan lain kecuali ridha Allah. Ketidakserasian dalam dakwah terjadi manakala ia telah menoleh kepada selain Allah dan nafsu membisikinya atas nama menuntut hak.

Rasulullah bersabda;
“ Alangkah bagusnya seorang hamba yang memegang kendali kudanya di jalan Allah, rambutnya kusut, kakinya berdebu. Jika mendapat tugas berjaga ia berjaga. Jika tugasnya di bagian logistik, ia di logistik. jika meminta izin, tidak diizinkan. Dan jika memberi rekomendasi, rekomendasinya tidak berlaku.”

Ibnul Jauzi berkata, artinya Ia tidak disebut-sebut, tidak menginginkan ketinggian. Ibnu Hajar berkata, ‘hadis ini memuat anjuran untuk membuang ambisi kepemimpinan dan popularitas, serta keutamaan ketidaktenaran dan tawadhu’.

Tipe orang /da’i seperti itulah yang membuat suksesnya dakwah. Adapun para pemuja ambisi kepemimpinan, jabatan dan ketenaran, merekalah yang bakal menjadi batu-batu sandungan terhadap suksesnya harakah islamiyah.
cct. : Iwan Popi Laya

Tidak ada komentar: