riing … triing ,,,,,, (bunyi handphone…)
Tetap istiqomah, ukhti. Selamat berjuang. Semoga Allah menyertai anti.
Sender : Ikhwan +62817xxx
Sender : Ikhwan +62817xxx
Senyum timbul dari cakrawalanya dengan malu-malu. Serasa ada hangat
menyelusup dada dan membuat jantung berdegup lebih cepat. Otaknya pun
sekejap bertanya, ”Ada apa? Sungguh, bukan apa-apa. Aku hanya senang
karena ada saudara yang menyemangatiku.” Si akhwat menyangkal hatinya
cepat-cepat. Dan ia bergegas meninggalkan kamarnya, ada dauroh. Ia
berlari sambil membawa sekeping rasa bahagia membaca SMS tadi yang
sebagian besar bukan karena isinya, melainkan karena nama pengirimnya.
Ana lagi aksi, ukhti. Doakan kami bisa memperjuangkan ini.
Sender : Ikhwan +62817xxx
Sender : Ikhwan +62817xxx
Untuk apa dia memberitahukan ini padaku. Bukankah banyak ikhwan atau
akhwat lain? Nada protes bergema di benaknya. Tapi di suatu tempat,
entah di mana ada derak-derak yang berhembus. Derak samar bangga menjadi
perempuan terpilih yang di-SMS-nya.
Pagi itu, handphone kesayangannya berbunyi.
Ukhti, Selamat hari lahir. Semoga hari-hari yang dijalani lebih memberi arti.
Dada membuncah hampir meledak bahagia. Dia bahkan ingat hari lahirku! Dibacanya dengan berbunga-bunga. Tapi pengirimnya
Sender : Akhwat +62813xxx
Senyum tergurat memudar. Tarikan napas panjang. Kecewa, bukan dari dia. Ringtone-nya berbunyi lagi.
Ukhti, Selamat hari lahir. Semoga hari-hari yang dijalani lebih memberi arti.
Sender : Ikhwan +62817xxx
Sender : Ikhwan +62817xxx
Dia! Semburat jingga pagi jadi lebih indah berlipat kali. Senyumnya mengembang lagi. Dan bunga-bunga itu mekarlah pula.
Cerita di atas tadi selurik gerak hati seorang akhwat di negeri antah
berantah yang sangat dekat dengan kita. Gerak hati yang mungkin pernah
bersemayam di dada, para ikhwan dan akhwat. Mungkin……
Mari kita cermati fragmen terakhir dari cerita tadi. Kalimat SMS
keduanya persis sama, yang intinya mengucapkan dan mendoakan atas hari
lahir (mungkin mencontek dari sumber yang sama he he he). SMS sama tapi
berhasil menimbulkan rasa yang jelas berbeda. Karena memang ternyata
lebih berarti bagi si akhwat adalah pengirimnya, bukan apa yang
dikatakannya.
Namun sebenarnya, apakah Allah membedakan doa laki-laki dan
perempuan? Mengapa menjadi lebih bahagia saat si Gagah yang mendoakan?
Setidaknya kita berani memandang dari sudut pandang orang ketiga. Dengan
memandang tanpa melibatkan rasa (atau nafsu?), kita akan bisa berpikir
dengan cita rasa lebih bermakna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar